Tuesday, September 11, 2018

Rumah Di Balik Kabut #4




Ia masih menggurat do'a pada buram tinta
Sekalipun sayapmu mengepak jauh
Memudar di antara pucuk-pucuk cemara
Entah menuju negeri mana

Dan aku masih duduk bersila
Menunggu hujan jatuh biar ia tak lagi berlama-lama
Sebab hanya karena engkau,  ia lupa pada pelita
Pintu langit yang dilukisnya pun takkan pernah kau buka

Sementara desau angin menerpa riangmu
Ia tak berani memalingkan bahu
Untuk apa, barangkali begitu
Kau takkan mengejar debar yang tak kau kenal

Ah, tak sanggup rasanya memakamkan kata
Sedang di hadapanku, seolah menyaksikan semusim lalu
Udara menggiring kembali cerita
Pada mata, telinga, jeda gempita yang sesekali bergema

Tiada nama kita, tentu saja
Sebab raga paling abu tak berhak memintal bahagia
Aku hanya tak ingin membawa dongeng air mata
Di saku kemeja, di bening mata yang seketika kehilangan cahaya

Kelak di kehilangan ini, ia kan kehabisan warna
Sebelum sempat melengkapi lukisan rumahmu dengan pelangi di sudutnya
Takkan ada jingga untukmu pulang
Hanya sebuah jendela dan lampu yang tak lagi dinyalakan

Suatu saat kau akan bertanya,
tentang pagi dan biru purnama
tentang kabut yang tak lagi jadi selimut
tentang tentram, yang tak lagi menghampirimu saban subuh tiba..

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search